Seringkali kita dihebohkan oleh berita-berita kekerasan guru kepada
muridnya. Guru memukul, menendang, menggampar atau bentuk-bentuk kekerasan
lainnya kepada muridnya karena melanggar tata tertib, membolos, atau mengompas
murid lainnya. Dari kaca mata edukasi tindakan guru yang menggunakan kekerasan
dalam menjalankan tugas edukasinya jelas suatu 'kesalahan'. Apapun dalihnya
kekerasan bukan bagian dari proses pengajaran, kekerasan bukan roh dari
pendidikan, sehingga guru yang melakukannya layak dipersalahkan. Sesederhana
itukah permasalahannya?
Jelas tidak. Ketika suatu kasus kekerasan dalam dunia pendidikan
mencuat, apalagi di blow up media
masa yang masif, terus menerus, posisi guru seolah-olah mejadi 'terdakwa'. Hampir semua
masyarakat menyalahkan guru sebagai satu-satunya penyebab kekerasan tersebut.
Adilkah? Coba sekarang kita kalkulasi secara sederhana. Dalam 24 jam, hanya 6 – 8 jam siswa berada di lingkungan sekolah, selebihnya dia berada di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Apakah guru mengetahui apa yang terjadi pada diri siswa di luar
sana? Bagaimana
pola hidup siswa di lingkungan keluarga? Bagaimana lingkungan masyarakat yang
mereka tinggali? Bukankah karakteristik siswa banyak dibentuk oleh lingkungan di
luar sekolah. Permasalahannya, bukankah sekarang ini sajian kekerasan dan kekonyolan menjadi
menu harian bagi anak didik kita? TV yang menjadi santapan harian anak
sekarang, disantap sejak bangun tidur hingga tidur lagi, menyuguhkan menu-menu yang sama sekali tidak mendidik, mulai dari berita
kekerasan, film kekerasan, sinetron yang hanya menyuguhkan begajulan, cengengesan, berita pembesar negeri yang tiap hari hanya
berolok-olok di media masa, berita
'tokoh-tokoh' besar ditangkapi sebagai tersangka korupsi, penyuapan dan sebagainya. Pendek kata anak didik kita saat ini sulit
menemukan keteladanan, baik di lingkungan keluarga, dimasyarakat tempat ia
tinggal maupun tokoh-tokoh di negeri ini. Jadi justru embrio kekerasan sudah
tertanam dalam diri anak ditambah dengan gejolak jiwa anak-anak. Tanpa berpretensi membela diri layakkah guru
dipersalahkan seorang diri? Bukankah kesalahan ini adalah kesalahan
berjamaah....? Mari kita saling berinterpretasi...! (guru_ngeso_ngawi)
Jika saya seorang guru, saya juga akan berpikir seperti Anda, tetapi orang lain tentu akan berpikir lain, terutama yang bukan seorang guru.
BalasHapus