Kamis, 30 Mei 2013

Kesendirian Seorang Guru



Seringkali kita dihebohkan oleh berita-berita kekerasan guru kepada muridnya. Guru memukul, menendang, menggampar atau bentuk-bentuk kekerasan lainnya kepada muridnya karena melanggar tata tertib, membolos, atau mengompas murid lainnya. Dari kaca mata edukasi tindakan guru yang menggunakan kekerasan dalam menjalankan tugas edukasinya jelas suatu 'kesalahan'. Apapun dalihnya kekerasan bukan bagian dari proses pengajaran, kekerasan bukan roh dari pendidikan, sehingga guru yang melakukannya layak dipersalahkan. Sesederhana itukah permasalahannya?
Jelas tidak. Ketika suatu kasus kekerasan dalam dunia pendidikan mencuat, apalagi di blow up media masa yang masif, terus menerus, posisi guru seolah-olah mejadi 'terdakwa'. Hampir semua masyarakat menyalahkan guru sebagai satu-satunya penyebab kekerasan tersebut. Adilkah? Coba sekarang kita kalkulasi secara sederhana. Dalam 24 jam, hanya 6 – 8 jam siswa berada di lingkungan sekolah, selebihnya dia berada di lingkungan keluarga dan masyarakat. Apakah guru mengetahui apa yang terjadi pada diri siswa di luar sana? Bagaimana pola hidup siswa di lingkungan keluarga? Bagaimana lingkungan masyarakat yang mereka tinggali? Bukankah karakteristik siswa banyak dibentuk oleh lingkungan di luar sekolah. Permasalahannya, bukankah sekarang ini sajian kekerasan dan kekonyolan menjadi menu harian bagi anak didik kita? TV yang menjadi santapan harian anak sekarang, disantap sejak bangun tidur hingga tidur lagi, menyuguhkan menu-menu yang sama sekali tidak mendidik, mulai dari berita kekerasan, film kekerasan, sinetron yang hanya menyuguhkan begajulan, cengengesan, berita pembesar negeri yang tiap hari hanya berolok-olok di media masa, berita 'tokoh-tokoh' besar ditangkapi sebagai tersangka korupsi, penyuapan dan sebagainya. Pendek kata anak didik kita saat ini sulit menemukan keteladanan, baik di lingkungan keluarga, dimasyarakat tempat ia tinggal maupun tokoh-tokoh di negeri ini. Jadi justru embrio kekerasan sudah tertanam dalam diri anak ditambah dengan gejolak jiwa anak-anak. Tanpa berpretensi membela diri layakkah guru dipersalahkan seorang diri? Bukankah kesalahan ini adalah kesalahan berjamaah....? Mari kita saling berinterpretasi...! (guru_ngeso_ngawi)

1 komentar:

  1. Jika saya seorang guru, saya juga akan berpikir seperti Anda, tetapi orang lain tentu akan berpikir lain, terutama yang bukan seorang guru.

    BalasHapus

Komentar Anda membangun kami.